Sejarah Pamong Praja di Tanah Air

By Admin

nusakini.com--Dalam sejarah birokrasi di Tanah Air, Pamong Praja pada dasarnya istilah yang dikenal sudah akrab pada penyelenggaraan pemerintahan daerah dan desa. Di era kolonial, Pamong Praja disebut Pangreh Praja. 

Pada jaman penjajahan tersebut, mengutip buku “Pangreh Praja dalam Perspektip Sejarah” pada bagian Humas Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Pangreh Praja lekat dengan konosi negatif. Pangreh Praja di era Pemerintahan kolonial Belanda dianggap penghianat bangsa. Pasalnya, tugas mereka saat itu menjadi alat bagi penjajah dan berprofesi sebagai penindas rakyat serta mengeksploitasi kekayaan alam Nusantara. 

Pasca kemerdekaan, Pangreh Praja tetap menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Namun, mereka bukan bekerja untuk penjajah, melainkan untuk kepentingan Indonesia. 

Untuk menghilangkan kesan dan citra negatif di era kolonial. Sebutan Pangreh Praja diubah menjadi Pamong Praja. 

Bedanya, bila Pangreh Praja bersifat mengendalikan dan memperdaya rakyat. Pamong Praja bersifat mengayomi (ngemong), membimbig, membina, mengarahkan, menuntut (momong), memberdayakan, memberi semangat atau motivasi (mbombong), serta harus bekerja dengan prinsip tanpa pamrih (rame ing gawe sepi ing pamrih). 

Upaya sistematis mengembalikan citra Pamong Praja makin diperluat dengan pendirian lembaga pendidikan kepamongprajaan, yakni Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN). Saat itu, hampir di tiap provinsi terdapat APDN. Seiring berkembangnya penyelenggaraan pemerintahan, maka pemerintah mendirikan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) pada tanggal 17 Maret 1956 di Malang, Jawa Timur berdasarkan SK Mendagri No.Pend. 1/20/565 tanggal 24 September 1956 dan diresmikan oleh Presiden Soekarno. 

Di era pemerintahan mantan Presiden Soeharto, semua institusi pendidikan tersebut pada 14 Agustus 1992 berdasarkan Kepres No. 42 Tahun 1992 dilebur dan diganti namanya menjadi Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN). Pada era reformasi STPDN berubah namanya menjadi Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). IPDN berlokasi di lembah Manglayang Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. 

Pada perjalanannya, dengan lahirnya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, lembaga pendidikan kedinasan dibawah Kemendagri tersebut memiliki tujuan untuk memberdayakan rakyat dalam menghadapi tantangan global. Undang-undang itu juga bermaksud memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional. Adanya aturan main itu makin sejalan dengan visi misi IPDN yang bertujuan untuk mendidik dan mencetak kader pamong yang memiliki kecerdasan, keterampilan, kepribadian, dan ketakwaan serta berwawasan kebangsaan.(p/ab)